Salatiga-Menari bersama dengan anak dilakukan dalam kegiatan Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tingkat Kota Salatiga, Kamis (02/5). Sebanyak 2.050 anak TK B dari empat wilayah kecamatan, mewakili seluruh siswa TK se Kota Salatiga, bersama-sama melakukan gerakan tari yang sama, dipimpin oleh seorang instruktur di lapangan Pancasila.
Pj walikota Salatiga, Yasip Khasani mengungkapkan pentingnya memberi kebahagiaan untuk anak.
“Kuncinya adalah bahagia. Ketika anak-anak itu bersama, mereka akan bahagia. Ketika mereka bahagia, mereka belajar pun dalam suasana bahagia. Sehingga dalam kondisi masih anak-anak, maka yang diterapkan adalah bagaimana merdeka belajar ini membawa kebahagiaan kepada anak-anak, yang tentunya tidak melepaskan nilai-nilai universal yang ada, seperti kedisiplinan, saling menghormati, empati, sopan santun dan sebagainya,” jelas Yasip.
Yang namanya suasana kebersamaan, lanjut Yasip, tak lepas adanya bullying, tergantung dari bentuknya seperti apa. Ada yang berbentuk fisik, sikap atau gestur, juga lisan. Untuk itu, institusi pendidikan di Kota Salatiga akan mencoba berbagai strategi untuk menekan perilaku bullying. Salah satunya dengan Smart City berbasis artificial intelijen yang akan segera diluncurkan guna mendeteksi kasus bullying secara fisik.
“Jangan dilihat bullying hanya kekerasan saja, tetapi bullying juga bisa dari gestur yang justru harus diwaspadai. Oleh karena itu, salah satu muatan dalam pendidikan di Kota Salatiga adalah belajar adab dan sopan santun. Baik itu gestur, perilaku maupun juga lisannya, sehingga kasus bullying yang non fisik juga bisa kita tekan,” terang Yasip.
Tema Hardiknas 2024 adalah ‘Bergerak Bersama Lanjutkan Merdeka Belajar’. Menurut Yasip, Kota Salatiga sudah menerapkannya dan akan diperkaya dengan muatan-muatan lokal yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di Kota Salatiga.
Ditambahkan gerakan Merdeka Belajar semakin menyadarkannya tentang tantangan dan kesempatan yang dimiliki untuk memajukan pendidikan Indonesia.
“Bukan hal yang mudah untuk mentransformasi sebuah sistem yang sangat besar. Bukan tugas yang sederhana untuk mengubah perspektif tentang proses pembelajaran. Pada awal perjalanan, kita sadar bahwa membuat perubahan butuh perjuangan. Rasa tidak nyaman menyertai setiap langkah menuju perbaikan dan kemajuan. Kemudian, ketika langkah kita mulai serempak, kita dihadapkan dengan tantangan yang tak pernah terbayangkan yakni pandemi,” tambahnya.(had/red)